“ Din, tunggu.” Dini
yang sedang berlari kecil terpaksa menoleh mendengar ada yang memanggilnya.
“ Kenapasih ko buru-buru banget? Memangnya kamu piket hari
ini? “ Tanya Amel dengan mengikuti langkah Dini yang terlihat tergesa-gesa.
“ Aku harus mengumpulkan tugas kepada Bu Merlin lebih awal
hari ini. Soalnya kemarin aku telat mengumpulkan tugasnya. “ Terlihat wajah
Dini yang begitu panik.
“ Halah, kamu ini memang selalu telat mengumpulkan tugas.
Alhasil jadi begini kan. Makanya kaya aku dong, selalu tepat waktu kalau urusan
tugas. Hahaha. “ Cibiran Amel tepat mendarat di telinga Dini sehingga
membuatnya rada jengkel.
“ Lebih baik telat mengumpulkan tugas kan, dari pada harus di
jemur di tengah lapangan karena membuat gaduh di kelas? “ Dini mendelik dan
tertawa kecil. Namun langkah Dini seketika berhenti melihat ada sesosok lelaki
bertubuh sixpack yang melambaikan tangan dari kejauahan.
“ Ko berhenti Din? Tadi katanya buru-buru mau mengumpulkan
tugas. Ayo cepat. “ Amel langsung menyeret Dini layaknya anak yang sedang di
marahi oleh ibu tirinya.
“ Tunggu Mel, coba deh lihat cowok itu. “ Tatapan Dini tepat
pada lelaki yang sedari tadi masih betah dengan lambaian tangannya itu.
“ Yang mana sih Din? “ Tanya Amel dengan nada yang penuh
tanda Tanya.
“ Itu Mel, dia menghampiri kita. “
“ Hai, Din. Met pagi. “ Sapa lelaki itu dengan senyum yang
mengembang.
Sejenak Dini bengong. Sebenarnya ia ragu untuk membalas
sapaan lelaki itu. Sungguh, Dini sama sekali tidak mengenal laki-laki yang
sedang berdiri dihadapannya.
“ Pagi juga. “ Dini menjawab dengan nada yang ragu.
“ Oh jadi Dini nih yang disapa? Ko aku enggak? “
Lelaki itu tertawa kecil. “ Haha iya pagi juga yaaa. Aku
duluan ya ke kelas. Sampai nanti. “
“ Din, kamu ko punya kenalan baru ngga bilang-bilang sih?
Jadi gitu ya udah enggak mau cerita sama aku lagi? “ Amel mencolek Dini yang
masih diam terpaku.
“ Kenalan gimana maksud kamu? Aku nggak kenal dia ko dibilang
kenalan. Mungkin saja dia salah orang. “
“ Salah orang gimana sih, udah jelas dia manggil nama kamu. “
“ Iya juga sih. “ Sejenak Dini terdiam makin bingung. “ Udah
ah enggak usah dipikirin. Buruan yuk, nanti aku dimarahi Bu Merlin. “ Kedua
sosok mungil itu berlarian kecil menuju ruang guru. Rambut Dini yang hitam
berkilau menutupi wajahnya yang ayu nan anggun.
~***~
Oktober memang selalu menjadi bulan yang penuh warna-warni
pelangi. Bagi Dini, Oktober adalah bulan miliknya. Peristiwa yang menyenangkan
selalu menghampiri Dini setiap bulan Oktober. Kejadiannya memang tak sama,
hanya saja setiap bulan Oktober, hati Dini selalu saja dipenuhi dengan warna
layaknya Taman Bunga.
Oktober dua tahun yang lalu, mama
melahirkan anak laki-laki yang sangat di idam-idamkan oleh Dini. Fahran
Al-Zenar namanya. Sampai saat ini dan sampai kapanpun Dini akan tetap
menyayangi adik kecilnya yang mungil itu. Terlebih saat adiknya mulai beranjak
menjadi anak laki-laki yang tampan dan menggemaskan. Semenjak kehadiran Zenar,
Dini tak lagi kesepian. Di kala Dini jenuh dengan tugas yang menumpuk, selalu
Zenar yang membuat Dini menjadi semangat.
Setahun yang lalu, di bulan Oktober
pula. Dini mendapat kabar bahwa ia mendapat beasiswa di Universitas yang ia
inginkan sejak duduk di bangku SMP. Beasiswa itu akan ditempuh Dini setelah ia
lulus SMA nanti. Dini berjanji akan sungguh-sungguh dalam memanfaatkan beasiswa
yang telah diberikan. Lagi-lagi dibulan Oktober. Mungkin memang sudah jalannya
keperuntungan Dini ada dibulan Oktober.
Tahun ini, Oktober hampir datang.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Dini selalu berharap kejadian yang
membuatnya senang datang kembali. Terpaan hujan dan cuaca yang selalu menusuk
tulang tak membuat Dini menjadi malas untuk menyambut Oktober manis. Akankah
keperuntungan hadir kembali saat bulan Oktober tahun ini?